Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Friday, April 12, 2019

MENANTU SEXYKU

Poker Terpercaya - Berdiri di depan pintu rumahku, menantu perempuanku yang bernama Nana, mendekatkan kepalanya ke arahku dan berbisik, “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.” Dia memberiku sebuah kecupan ringan di pipi dan berbalik lalu berjalan menyusul suami dan anaknya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil.

Doyok menempatkan bayinya pada dudukan bayi itu dan seperti biasanya, dia terlalu jauh untuk mendengar apa yang di bisikkan istrinya tercintanya terhadap Ayah kandungnya. Nana melenggang di jalan kecil depan rumah dengan riangnya bagai seorang gadis remaja yang menggoda. Doyok tidak mengetahui ini juga, ini semua di lakukan istrinya hanya untukku…

Mungkin kalian mengira aku terlalu mengada-ada soal ini tapi kenyataannya apa yang Nana lakukan ini tidak hanya sekali ini saja. Dan sejak aku tidak terlalu terkejut lagi, aku merasa ada sesuatu yang hilang kalau dia tidak melakukannya saat berkunjung ke rumahku. Aku merasa ada getaran pada penisku dan sebagai seorang lalaki biasa yang masih normal, pikiranku selalu tertuju padanya.

Nana adalah seorang wanita yang bertubuh mungil tapi walau pun begitu ukuran tubuhnya tersebut tidak mampu menutupi daya tarik seksualnya. Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai rambut hitam pekat yang di potong sebahu, dia sering mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan keuletan yang sepengetahuanku tidak di miliki orang lain. 


dewa54.com


Poker Online - Sebuah keindahan nan elok kalau ingin mendiskripsikannya. Dia selalu sibuk, selalu terlihat seakan di kejar waktu tapi tetap selalu terlihat manis. Dia masuk dalam kehidupan keluarga kami sejak dua tahun lalu tapi dengan cepat sudah terlihat sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya. Doyok bertemu dengannya saat masih kuliah di tahun pertama.

Nana baru saja lulus SMU, mendaftar di kampus yang sama dan ikut kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kebetulan Doyok yang bertugas sebagai pengawas dalam kelompoknya Nana. Seperti yang sering mereka bilang cinta pada pandangan pertama. Mereka menikah di usia yang terbilang muda, Doyok 23 tahun dan Nana 19 tahun.

Setahun kemudian bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami. Suasana saat itu semakin membuat kami dekat. Nana mempunyai selera humor yang sangat bagus, selalu tersenyum riang dan juga menyukai bola. Dia sering terlihat bercanda dengan Doyok, mereka benar-benar pasangan serasi.

Dia selalu memberi semangat pada Doyok yang memang memerlukan hal itu. Doyok dan Nana sering berkunjung kemari membawa serta bayi meraka. Mereka telah mengontrak rumah sendiri, walau pun tidak terlalu besar. Aku pikir mereka merasa kalau aku membutuhkan seorang teman karena aku seorang lelaki tua yang akan merasa kesepian kalau mereka tidak sering berkunjung.

Di samping itu, aku memang sendirian di rumah tuaku yang besar dan aku yakin mereka suka bila berada disini dibandingkan rumah kontrakannya yang sempit. Ibunya Doyok telah meninggal karena kanker sebelum Nana masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya tanpa mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian.

Aku masih sangat merindukan isteriku dan bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir kesepian itu akan memakanku. Tapi pekerjaanku di perkebunan serta kunjungan mereka yang telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati dan terlalu sibuk untuk mencari wanita untuk mengisi sisa hidupku lagi.

Aku tidak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok wanita. Bayi mereka lahir dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan terus berjalan, Doyok melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA dan Nana bekerja sebagai Teller di sebuah Bank swasta.

Kunjungan mereka padaku tidak berubah sedikit pun, cuma bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa bingkisan juga. Tentu saja di samping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan bayi. Beberapa bulan lalu Nana dan bayi mereka datang saat Doyok masih di kelasnya.

Dia duduk di sana menggendong bayinya di lengannya. Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tidak tahu caranya tapi pemandangan itu entah bagaimana telah menggelitik kehidupan seksualku.

“Ngomong-omong… kapan Ayah akan segera menikah lagi?” dia bertanya dengan getaran pada suaranya.

“Aku tidak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita dalam hidupku. Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menemaniku.”

“Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal seks.” matanya mengedip kearahku saat dia bicara.

“Apa?”

“Ayah tahu, seks.” dia hampir saja tertawa sekarang.

“Ketika seorang lelaki dan wanita sudah telanjang dan memainkan bagiannya masing-masing?”

“Ya, aku tahu seks,” aku membela diri.

“Lagipula kamu pikir darimana suamimu berasal?”

“Yah, aku hanya khawatir kalau Ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa Ayah tidak merindukan hal itu?”

“Terima kasih atas perhatianmu tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.”

“Hei! Lelaki tidak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan putramu.”

“Anakku jauh lebih muda dariku dan dia mempunyai seorang istri yang cantik.”

“Terima kasih tapi aku masih tetap menganggap Ayah membutuhkannya,” dia menekankan suaranya pada kata Ayah.

“Terima kasih sudah ngobrol,” kataku, masih terdengar sengit.

Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan seksualku. Aku pikir bukanlah urusannya untuk mencampuri hal itu walau pun kadang aku membayangkannya juga.
Dia pandang bayinya yang akhirnya tertidur dan memberinya sebuah senyuman rahasia sepertinya mereka berdua akan berbagi sebuah rahasia besar.

Masih memandangnya tapi dia berbicara padaku, “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

“Apa!!!?”

“Aku serius.” Nana menatapku.

“Kalau Ayah menginginkan aku… Ayah adalah seorang lelaki yang tampan. Ayah membutuhkan seks. Disamping itu.. aku bersedia?”

Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tidak mungkin aku melakukannya dengan istri dari anak kandungku sendiri.

“Terima kasih atas tawarannya tapi kupikir aku akan menolak tawaranmu.” suaraku terdengar penuh dengan keraguan saat mengucapkannya.

Nana mencibirkan bibir bawahnya, aku tidak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat menawan dan aku merasa Doyok sangat beruntung. Dia bicara dengan pelan.

“Dengar, Doyok tidak akan tahu. Maksudku, aku tidak akan mengatakannya kalau Ayah juga menjaga rahasia. Dan bukan berarti aku menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu dan aku bisa mengatur agar sering berkunjung kemari. Dan aku tahu Ayah menganggapku cukup menarikkan sebab aku sering melihat Ayah memandangi pantatku.”

Aku tidak mungkin menyangkalnya. Nana mungkin tidak terlalu tinggi tapi dia memiliki bongkahan pantat yang indah diatas kedua kakinya.

“Ya, kamu memang memiliki pantat yang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin berselingkuh dengan menantuku sendiri.”

Dia berhenti sejenak tapi Nana kelihatannya tidak akan menyerah begitu saja.
“Yah, tapi jangan lupa. kalau Ayah mau… aku tidak menolak.”

Dan itulah awal dari semua ini. Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu berusaha untuk menggodaku membuat puting susunya menyentuh dadaku saat dia menyerahkan bayinya padaku untuk ku gendong. Atau dia masukkan jarinya di mulutnya saat Doyok tidak melihat dan menghisapnya dengan pandangan penuh kenikmatan ke arahku.

Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia memandangku tepat di mata, tersenyum dan menyentuh pangkal paha di balik celana jeansnya. Aku tidak akan melupakan hal itu. Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walau pun sesaat dan dia memberiku ciuman singkat yang penuh gairah yang tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.

“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik di belakang Doyok saat suaminya itu sedang memasukkan DVD pada player.

“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.

“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia membisikkannya setiap kali dia berpamitan.

Dan sekaran, aku bukanlah terbuat dari batu dan aku tidak akan bilang tingkah lakunya itu tidak memberikan pengaruh terhadapku. Nana sangat manis dan mungil dan walau pun setelah melahirkan bayi pertamanya tidak membuat tubuhnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing dan manis dan dia menawarkan dirinya untuk kumiliki.

Tapi aku tidak akan memulai langkah pertama untuk tidur dengan menantuku sendiri, tidak perduli semudah apapun itu. Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri. Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Nana muncul dari balik pintu itu.

“Hai!” sapanya yang membuka pintu dan masuk ke dapur.

“Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti?”

“Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga kecil kita dan aku punya beberapa wortel untuk cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?"

Nana tertawa dan berkata. “Aku rasa dia tidak akan perduli. Disamping itu bukankah ada hal lain yang lebih baik yang bisa Ayah kerjakan untukku?”

“Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku.” aku memandangnya.

Nana berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu. Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang bahkan tidak sampai ke pinggangnya dan pusarnya mengedip padaku di balik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak diera bunga tahun 60an dan dia memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang menjadikannya lebih tinggi sepuluh centi.

Kuku kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya dan itu menjadi terlihat dengan sangat menarik dibalik denimnya. Dia selalu suka mengenakan perhiasan dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan bahkan di jari kakinya. Dia membuatku berandai-andai kalau saja aku masih remaja jadi aku dapat memacari gadis sepertinya.

Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis. Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Doyok dan bayinya tidak mengikutinya masuk.

“Mana anggota keluargamu yang lainnya?” aku bertanya ingin tahu.

“Mereka akan segera datang. Doyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia ingin membawa serta anaknya.

‘Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama Ayah’ kurasa yang di katakannya padaku.” dia tersenyum.

“Apa Ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Doyok ke toko perkakas?”

“Aku tak ingat,” aku berkata dengan garing.

Nana mendekat padaku dan menaruh tangannya melingkari leherku. “Ini kesempatan Ayah. Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

Nana memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku lama dan liar. Aku ingin mendorongnya tapi aku tidak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tidak mau menyentuh pinggang telanjang itu dan kalau aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya.

Saat aku masih terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku. Akhirnya aku menghentikan ciuman itu dan mundur dan melepaskan tangannya dari leherku.

“Kita tidak bisa melakukannya.” aku mencoba menyampaikannya dengan lembut tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.

“Ya kita bisa.”

Agen Poker - Nana kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada gairah yang lebih lagi dalam ciuman kali ini dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara di antara kami berdua dan aku semakin merasa sedikit bimbang. Nana memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.

“Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tidak mendapatkan wanita setahun belakangan ini dan Ayah tidak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan Ayah. Jadi tunggu apa lagi…”

Pada sisi ini aku tidak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tidak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah dan saat Nana menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas ciumannya dengan rakus.

“Mmmmm. Itu lebih baik,” katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.

Nana menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali lalu dia mundur. Jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat terlihat jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil.

Setahun sudah tidak disentuh oleh wanita dan bereaksi dengan cepat menjadi keras dan cairan pre-cumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut. Nana mundur dan duduk. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang basah.

“Aku rasa aku menyukai bentuknya,” bisiknya sambil menatap mataku.

Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah dan aku merasa berada di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku.

Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang ku mampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh di tenggorokannya. Penisku tanpa terasa mengejang dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya dan bersiap untuk menyetubuhi wajahnya.
Tapi Nana perlahan menjauhkan mulutnya dariku yang menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen.

Saat dia bangkit untuk menciumku lagi, aku mengarahkan tanganku di antara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya.

“Mmmm, itu pasti nikmat,” katanya.

“Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.”

Nana melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap dibawah sana dimana kewanitaannya bersembunyi dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.

Nana mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya di balik celana dalamnya. Vaginanya serasa selembut pantat bayi dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum karena itu tidak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya.

Saat tanganku menyelinap dibalik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku. Nana menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk sebuah ciuman intensif berikutnya sedangkan tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak dalam lubang basahnya.

Saat kami berhenti untuk bernafas, Nana mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan

“Doyok datang.”

Aku segera melepasnya dan menuju jendela. Ya, mobil Doyok terlihat di jalan sedang menuju kemari. Nana pasti melihatnya dari balik bahuku saat kami saling mencumbui leher. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan.

Dengan tergesa-gesa aku kenakan kembali celanaku tapi Nana menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan kocokannya.

“Hei, tidak boleh. Tidak semudah itu Ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini.”

“Tapi Doyok hampir datang! Dia akan melihat kita!”

Nana mengeluarkan penisku dan berjalan ke arah meja dapur.

“Ini perjanjiannya,” katanya.

“Aku tidak akan mengadu pada Doyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau Ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sperma Ayah dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari.” Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya sampai lutut dan membungkuk di meja itu.

“Dia segera datang!” hampir saja aku teriak.

“Tidak.”

Nana membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan untuk itu dan dia memandangku lewat bahunya.

“Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan setubuhi aku.”

Nana telah telanjang dari pinggang hingga kaki dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku tidak terusik saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan dan di bawahnya, bibir vaginanya yang merah terlihat mengkilap basah.

Agen Judi - Kakinya tidak sejenjang model tapi lebih kecil dan terasa pas dan aku membayangkan bercinta dengannya beberapa jam. Tangannya bergerak kebelakang diantara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka dan aku dapat melihat lubang merah mudanya mengundang penisku agar segera masuk.

“Ayo,” katanya.

“Ambil aku.”

Aku tidak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Doyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari cukup untuk mereguk birahinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari Nana menahan bibir madunya agar tetap terbuka dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan diriku padanya.

Nana telah sangat basah sampai aku dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit. Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian di dorong oleh nafsu akan tubuh menggairahkannya dan sebagian oleh rasa takut kalau Doyok memergoki kami. Nana mengerang dan aku dapat merasakan jarinya menggosok kelentit dan bibir vaginanya sendiri.

Nafasnya mulai tersengal dan setelah beberapa goyangan dariku, dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya. Itu cukup untuk menghantarku. Aku tidak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini dan aku belum pernah mendapatkan yang sepanas Nana.

Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kelaki-lakianku ke dalam dirinya. Kami mematung dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalam surganya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan sperma yang panas dan berlebih. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku.

Dia melemah seiring dengan habisnya spermaku dan kami akhirnya berhenti bergerak kecuali untuk mengambil nafas. Takut Doyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku dari tubuhnya dengan bunyi plop yang basah lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Nana masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan campuran cairan birahi kami, pantat telanjangnya masih tetap memanggilku.

Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari bibir surganya. Aku palingkan muka dan melihat Doyok hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan belanjaan di tangan lainnya. Aku berbalik dan memohon pada Nana.

” Ayolah!” kataku.

“Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari.”

Nana bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.

“Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?” tanya Doyok sambil membuka pintu.

“Ya,” aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Nana yang menaikkan resletingnya. Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Doyok.

“Ini,” katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya diatas meja dapur.

“Urus ini, aku akan mengambil popok bayi.” Doyok melangkah ke pintu yang masih terbuka dan aku menghampiri Nana. Dia masih terlihat sedikit linglung.

“Hampir saja,” kataku.

“Sini, biar aku yang menggendongnya.”

Aku berikan bayinya. Nana memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bersetubuh dan memberiku ciuman hangat yang basah.

“Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui,”katanya.

“Apa itu?”

"Kalau aku ingin, bisakah aku mendapatkannya besok?” Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo bengong. Dia yakin kalau akan bersedia…

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot